A little Turtle #5
Hari itu prajurit hujan berkunjung hampir seharian, entah apa yang membuatnya tertahan didalam hutan dan kemana perginya nona mentari, ia tidak memberi kabar apapun kalau hari itu akan ada badai. Baik kura-kura kecil atau penduduk hutan lainnya sudah terbiasa menghadapi hal-hal yang tak terduga seperti waktu itu walaupun mereka tidak pernah mengerti jalan pikiran para penghuni langit. Walau sudah terbiasa, tapi hari itu kura-kura kecil sangat kecewa, hari itu dengan berat hati ia memutuskan untuk tidak pergi ke tepi sungai. “owwh…jadi seperti itu, pantas saja mereka berada dihutan ini seharian” kata nyonya rusa dengan ciri khasnya yang lucu, “ yaa…seperti itulah, aku tidak bisa mencampuri urusan mereka, kami para penghuni langit terkadang harus punya toleransi yang tinggi.” Sambung nona mentari sambil memancarkan sinarnya yang menghangatkan. “oh…hai kura-kura kecil selamat pagi, apa pertunjukan opera konyol kalian berjalan lancar waktu itu?” tanya nona mentari, kura-kura kecil hanya terdiam, “oppsy, sepertinya tidak” celetuk nona mentari, kura-kura kecil hanya menghela napas “ apa yang sedang kalian bicarakan sepagi ini ?” tanya kura-kura kecil, “ owwh….mengenai badai tempo hari kura-kura kecil”, “memangnya ada apa?”, “owwh….rupanya kau belum mendengar ceritanya”, kura-kura kecil hanya menggelengkan kepala, “owwh… jadi sepert..”, “nyonya rusa, aku sajah, biarkan aku sajah yang menceritakannya” kata nona mentari dengan cepat, memotong pembicaraan nyonya rusa, ia terlalu lelah mendengar nyonya rusa berbicara dengan ciri khas yang menurut nona mentari cukup aneh. “ jadi begini ceritanya kura-kura kecil waktu itu bukannya aku menghilang tanpa kabar, hanya sajah malam harinya istana tiba-tiba dihebokan oleh para perwakilan prajurit hujan utara dan prajurit hujan selatan, mereka memperdebatkan tentang pembagian wilayah kekuasaan, mereka memang seperti itu tidak pernah akur. Untuk mendamaikan mereka dibuatlah pertandingan yang dinilai oleh panglima angin. Lalu terjadilah pertarungan yang cukup sengit pada hari itu”, “apa hanya dihutan ini sajah mereka bertanding?” tanya kura-kura kecil, “ ahahahha hutan ini terlalu kecil untuk menampung jutaan prajurit hujan yang bertarung, barisan paling belakang prajurit sajah bisa melewati perkebunan kakek yuko yang ada di utara sanah.” Mendengar cerita nona mentari setidaknya sedikit mengurangi kekhawatiran kura-kura kecil ‘kalau begitu mungkin tuan kelinci juga tidak datang waktu itu, perkebunan kakek yuko kan sangat jauh dari sini’ kata kura-kura kecil dalam hati. Tapi tetap sajah kejadian hari itu selalu mengusik pikiran kura-kura kecil, terlepas dari segala pertarungan konyol para prajurit hujan untuk pertama kalinya kura-kura kecil membenci prajurit hujan, sejak hari itu ia tidak menyukai prajurit hujan, tidak lagi.
Kenangan demi kenangan berkelana dipikirannya, bermula dari pertemuannya dengan tuan kelinci, opera tepi sungai kesukaannya, kekonyolan-kekonyolan yang mereka lakukan hingga hal terakhir yang dia ingat adalah tuan kelinci yang menghilang begitu sajah, kura-kura kecil tidak menyangka kalau waktu itu adalah kesempatan terakhirnya untuk bertemu dengan sahabatnya itu beberapa tahun lalu, semenjak hari itu ia tidak pernah mendengar kabar tuan kelinci, penduduk hutan tidak pernah melihatnya lagi, bahkan nona mentari tidak pernah melihat tuan kelinci diperkebunan beberapa tahun belakangan ini. Kemudian tanpa sadar air mata mengalir jatuh di pipi kura-kura.
“Apa kau akan terus berada disitu hingga fajar berkunjung?”, kura-kura kecil mendengar suara yang sangat asing, ia tahu itu bukanlah suara penduduk hutan tapi bukan juga suara penghuni langit yang pernah ia dengar, lalu suara siapa barusan? kura-kura kecil sedikit kebingungan dan mencari-cari darimana suara itu berasal “tenang sajah, kali ini bukan hanya kau yang tidak dapat melihat, para penduduk hutan yang lain pun tidak dapat melihatku, salam kenal aku adalah panglima angin” sapa sang panglima. Kura-kura kecil merasa sedikit lebih tenang sekaligus terkejut, untuk pertama kalinya ia mendengar suara panglima angin, suaranya terdengar penuh wibawa, berat tapi dengan intonasi yang sangat lembut tidak menakutkan seperti cerita-cerita penduduk hutan selama ini. “selamat sore panglima” sapa kura-kura kecil. “apa yang kau lakukan disini kura-kura, menikmati pemandangan, menikmati ketenangan atau menikmati pikiranmu yang sedang berkelana?” kura-kura kecil hanya tersenyum mendengar pertanyaan sang panglima, dengan suara penuh kelembutan panglima angin melanjutkan perkataaannya “Ijinkan aku untuk menebaknya, aku rasa kau tidak sedang menikmati pemandangan, aku tau kau tidak seperti penduduk hutan yang lain, tapi walau tidak bisa melihat kau tetap ceria, kau bisa menikmati keindahan dunia ini dengan caramu, aku suka semangatmu dan aku tebak kau juga tidak sedang menikmati ketenangan, sejak siang hingga nona mentari hampir kembali pulang, murid-murid ku yang sedang berlatih membuat suara yang cukup gaduh tidak akan ada ketenangan yang kau dapatkan ditepi sungai saat ini, tentu saja kau pasti sedang menikmati apa yang ada dipikiranmu itu bukan? kalau aku boleh tau apa yang sedang kau pikirkan kura-kura?”, “aku hanya sedang menunggu sahabatku” jawab kura-kura pelan lalu tersenyum. “kau mengingatkan ku pada seekor kelinci putih” kata panglima angin, “seekor kelinci?” tanya kura-kura bingung, “beberapa tahun yang lalu ditepi sungai ini seekor kelinci juga mengatakan hal yang sama persis”, “boleh aku tau kapan?” kura-kura kecil semakin penasaran, “entahlah kurasa tepat saat prajurit hujan utara dan selatan bertarung”, “kau sungguh melihat kelinci itu disini? Tapi bukankah saat itu prajurit hujan yang berkunjung cukup banyak?”, “ kurasa bukan hanya prajurit hujan yang datang saat itu, para prajurit petir dan murid-muridku juga ikut bergabung saat itu”. Kura-kura kecil sangat terkejut mendengar apa yang dikatakan panglima angin, ia terus bertanya-tanya dalam hatinya, ‘bagaimama bisa bukankah hari itu sangat tidak memungkinkan untuk berada diluar?.’ “Aku akui kelinci itu mempunyai cukup keberanian, ia tetap bejalan walau dengan keadaaan basah kuyup dengan sekeranjang sayuran ditangannya yang mungkin sudah rusak sebagian karena terhantam oleh beberapa muridku, kupikir ia akan pulang kerumahnya tapi ternyata tidak, ia justru datang ke tepi sungai ini hingga malam hari, entah apa yang kelinci itu lakukan, saat kutanyakan hal sama seperti yang kutanyakan padamu, ia hanya menjawab bahwa ia sedang menunggu sahabatnya.”
Kura-kura hanya terdiam, entah apa yang ia pikirkan, entah apa yang harus ia katakan. Sesaat melihat kura-kura terdiam, panglima angin ikut terdiam tapi kemudian ia mulai mengerti arti kesunyian tersebut,ia tak ingin bertanya lebih dalam, ia tak ingin juga berbicara lebih banyak, ia hanya mengatakan satu hal, satu hal yang awalnya membuat kura-kura kebingungan namun merasa lebih tenang.
“Segala sesuatu yang terjadi pasti akan menjadi kenangan, jika itu kenangan indah kenanglah dengan tersenyum, jika itu kenangan pahit syukurilah dengan tersenyum”
Kenangan demi kenangan berkelana dipikirannya, bermula dari pertemuannya dengan tuan kelinci, opera tepi sungai kesukaannya, kekonyolan-kekonyolan yang mereka lakukan hingga hal terakhir yang dia ingat adalah tuan kelinci yang menghilang begitu sajah, kura-kura kecil tidak menyangka kalau waktu itu adalah kesempatan terakhirnya untuk bertemu dengan sahabatnya itu beberapa tahun lalu, semenjak hari itu ia tidak pernah mendengar kabar tuan kelinci, penduduk hutan tidak pernah melihatnya lagi, bahkan nona mentari tidak pernah melihat tuan kelinci diperkebunan beberapa tahun belakangan ini. Kemudian tanpa sadar air mata mengalir jatuh di pipi kura-kura.
“Apa kau akan terus berada disitu hingga fajar berkunjung?”, kura-kura kecil mendengar suara yang sangat asing, ia tahu itu bukanlah suara penduduk hutan tapi bukan juga suara penghuni langit yang pernah ia dengar, lalu suara siapa barusan? kura-kura kecil sedikit kebingungan dan mencari-cari darimana suara itu berasal “tenang sajah, kali ini bukan hanya kau yang tidak dapat melihat, para penduduk hutan yang lain pun tidak dapat melihatku, salam kenal aku adalah panglima angin” sapa sang panglima. Kura-kura kecil merasa sedikit lebih tenang sekaligus terkejut, untuk pertama kalinya ia mendengar suara panglima angin, suaranya terdengar penuh wibawa, berat tapi dengan intonasi yang sangat lembut tidak menakutkan seperti cerita-cerita penduduk hutan selama ini. “selamat sore panglima” sapa kura-kura kecil. “apa yang kau lakukan disini kura-kura, menikmati pemandangan, menikmati ketenangan atau menikmati pikiranmu yang sedang berkelana?” kura-kura kecil hanya tersenyum mendengar pertanyaan sang panglima, dengan suara penuh kelembutan panglima angin melanjutkan perkataaannya “Ijinkan aku untuk menebaknya, aku rasa kau tidak sedang menikmati pemandangan, aku tau kau tidak seperti penduduk hutan yang lain, tapi walau tidak bisa melihat kau tetap ceria, kau bisa menikmati keindahan dunia ini dengan caramu, aku suka semangatmu dan aku tebak kau juga tidak sedang menikmati ketenangan, sejak siang hingga nona mentari hampir kembali pulang, murid-murid ku yang sedang berlatih membuat suara yang cukup gaduh tidak akan ada ketenangan yang kau dapatkan ditepi sungai saat ini, tentu saja kau pasti sedang menikmati apa yang ada dipikiranmu itu bukan? kalau aku boleh tau apa yang sedang kau pikirkan kura-kura?”, “aku hanya sedang menunggu sahabatku” jawab kura-kura pelan lalu tersenyum. “kau mengingatkan ku pada seekor kelinci putih” kata panglima angin, “seekor kelinci?” tanya kura-kura bingung, “beberapa tahun yang lalu ditepi sungai ini seekor kelinci juga mengatakan hal yang sama persis”, “boleh aku tau kapan?” kura-kura kecil semakin penasaran, “entahlah kurasa tepat saat prajurit hujan utara dan selatan bertarung”, “kau sungguh melihat kelinci itu disini? Tapi bukankah saat itu prajurit hujan yang berkunjung cukup banyak?”, “ kurasa bukan hanya prajurit hujan yang datang saat itu, para prajurit petir dan murid-muridku juga ikut bergabung saat itu”. Kura-kura kecil sangat terkejut mendengar apa yang dikatakan panglima angin, ia terus bertanya-tanya dalam hatinya, ‘bagaimama bisa bukankah hari itu sangat tidak memungkinkan untuk berada diluar?.’ “Aku akui kelinci itu mempunyai cukup keberanian, ia tetap bejalan walau dengan keadaaan basah kuyup dengan sekeranjang sayuran ditangannya yang mungkin sudah rusak sebagian karena terhantam oleh beberapa muridku, kupikir ia akan pulang kerumahnya tapi ternyata tidak, ia justru datang ke tepi sungai ini hingga malam hari, entah apa yang kelinci itu lakukan, saat kutanyakan hal sama seperti yang kutanyakan padamu, ia hanya menjawab bahwa ia sedang menunggu sahabatnya.”
Kura-kura hanya terdiam, entah apa yang ia pikirkan, entah apa yang harus ia katakan. Sesaat melihat kura-kura terdiam, panglima angin ikut terdiam tapi kemudian ia mulai mengerti arti kesunyian tersebut,ia tak ingin bertanya lebih dalam, ia tak ingin juga berbicara lebih banyak, ia hanya mengatakan satu hal, satu hal yang awalnya membuat kura-kura kebingungan namun merasa lebih tenang.
“Segala sesuatu yang terjadi pasti akan menjadi kenangan, jika itu kenangan indah kenanglah dengan tersenyum, jika itu kenangan pahit syukurilah dengan tersenyum”
Komentar
Posting Komentar