Being a Life
Mungkin bukan tetesan air yang dapat menghancurkan batu
Tapi batulah yang membiarkan tetesan air menghancurkannya
Bukan karena dia telah menyentuh raga sang batu
Tapi karena dia telah menyentuh hati sang batu
Sehingga sang batu memutuskan untuk mengalir mengikuti tetes
air
Membiarkan jiwanya mengalir entah kemana
Yang ia tahu hanya ia tidak ingin tetes air mengalir seorang
diri , mengembara sendiri,
walau tanpa arah
setidaknya dengan seorang teman
Yang ia tahu hanya ia ingin bersama tetes air
Yang setiap waktu menemaninya tanpa lelah
Bertahun-tahun lalu sang batu hanya mengamati dalam diam
membiarkan tetes air mengalir pergi,
Mungkin sudah menjadi kodratnya, terdiam membatu membisu,
Namun kini sang batu mengerti
Bahwa sekarang saatnya ia menemani tetes air
Tanpa lelah dan mengeluh mengalir tanpa arah asal bersamanya
Bersama tetes air yang telah mengubah jiwanya
Bersama tetes air yang berhasil mengetuk hatinya
Mungkin adalah takdirnya menjadi batu
Terlahir dari sesuatu yang sangat keras
Tapi hatinya, hatinya bagaikan dandelion
Sangat lembut dan mudah tersapu oleh angin
Tapi tidak hancur, hanya tercerai mengikuti angin
Ia terlahir dari alam dan harus pergi karena alam
Tentu saja dengan cara yang amat indah
Dan hati dipenuhi
kedamaian
Karena pada akhirnya,
sang batu mengikuti kata hatinya
bukan kodrat yang terlahir bersamanya.
bukan kodrat yang terlahir bersamanya.
Komentar
Posting Komentar